TUGAS INDIVIDU
PSIKOLOGI AGAMA
TENTANG
“PROBLEMA DAN JIWA KEAGAMAAN”
DOSEN
PEMBIMBING:
ENY
GUSTINAWATI, M.Pd
DISUSUN
OLEH:
SITI
NAHRIYAH
SEMESTER IV A PAI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS (STAIN)
BENGKALIS
TAHUN 2016 /1437 H
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Psikologi Agama ini
dengan baik yaitu mengenai “Problema dan
Jiwa keagamaan”.
Dengan selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari
unjuk ajar dosen pembimbing bidang studi
serta bantuan dari semua pihak yang turut serta dalam pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih, juga kepada kedua orang tua
yang selalu memberi semangat maupun material yang sangat menunjang keberhasilan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan
dan penyusunan makalah ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk dapat menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan juga kepada semua pembaca yang budiman.
Bengkalis, 23 Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A.
Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A.
Pengertian Problema
dan Jiwa Keagamaan......................................................... 2
B.
Jenis-jenis
Problema Jiwa Keagamaan................................................................. 2
C.
Sikap Keagamaan
dan Pola Tingkah Laku.......................................................... 6
D.
Sikap Keagamaan
yang Menyimpang.................................................................. 7
E.
Faktor yang
Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang Menyimpang.................... 9
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 13
A.
Kesimpulan.......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai makhluk religious
manusia memliki potensi insaniyah yaitu beragama. Sebagai mahluknya manusia
telah dibekali potensi yang luar biasa seperti akal, hati serta alat indra
untuk beragama. Melalui semua yang ada, manusia memperoleh pengertian mengenai
keagamaan yang akan membawa pada pemahaman dan kesadaran keagamaan. Selanjutnya
memunculkan sebuah pengalaman keagamaan atas tindakan yang telah dilakukan,
sehingga tumbuh sikap keagamaan pada diri seseorang.
Sikap keagamaan
yang tumbuh pada diri seseorang dapat berbentuk sikap yang positif atau sikap
negatif (sikap keagamaan yang menyimpang dari tradisi masyarakat yang sedang
berlangsung). Berbagi bentuk sikap yang menyimpang akan menimbulkan berbagi
masalah/problem yang juga berpengaruh pada sisi jiwa keagamaan seseoarang.
Perkembangan
jiwa beragama selalu menghadapi problema. Problema ini bersumber dari faktor
interen atau eksteren yang dihadapi tiap individu. Faktor interen mencakup
sifat-sifat keturunan, watak dan hal-hal yang bersifat differensiasi individu.
Faktor-faktor eksteren mencakup: pendidikan, nilai-nilai budaya, lingkungan tempat
tinggal dan lain-lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud problema dan jiwa
keagamaan?
2. Apa sajakah jenis-jenis problema dan
jiwa keagamaan?
3. Bagaimana sikap keagamaan dan pola
tingkah laku?
4. Bagaimana sikap keagamaan yang
menyimpang?
5. Apa sajakah factor-faktor yang
mempengaruhi sikap keagamaan yang menyimpang?
BAB
II
PEMBAHASAN
PROBLEMA DAN JIWA KEAGAMAAN
A.
Pengertian Problema dan Jiwa Keagamaan
Problema adalah
masalah atau sesuatu yang keluar dari yang sebenarnya yang sesuai ideal dengan
kenyataan. Jiwa Keagamaan adalah
keinginan atau kemauan beragama. Jadi, problema jiwa beragama adalah masalah
berkeinginan dalam beragama.
B.
Jenis-Jenis Problema Jiwa Keagamaan
Problema Jiwa Keagamaan mempunyai jenis-jenis sebagai
berikut:
1. Munafik
Munafik adalah
orang yang lahiriyahnya menampakkan suatu (ucapan, perbuatan atau sikap) yang sesungguhnya
bertentangan dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Kelompok lain
mengatakan munafik itu adalah orang-orang yang lahiriyahnya menyatakan dirinya
muslim sedangkan batinnya tidak sesuai lahiriyahnya atau orang yang melahirkan
iman dengan mulutnya tetapi kafir. Dari defenisi di atas dapat di simpulkan
bahwa orang munafik adalah orang-orang yang bermuka dua lain di mulut lain di
hati. Dalam al-qur’an di sebutkan orang munafik adala orang yang imannya di
mulut tetapi kafir di hati. Bila dilihat pedekatan ilmu jiwa orang munafik
adalah orang yang mempunyai keperibadian terpecah yang disebut dengan
plin-plan.
Sifat-sifat
orang munafik yaitu orang yang tidak tegas terhadap aqidahnya:
a) Mereka
menyatakan beriman dan kembali musyrik bila bertemu dengan orang-orang musyrik.
b) Pelaksanaan
ibadah mereka lebih banyak di karenakan riya dan mereka mendirikan shalat
dengan bermalas-malasan dan lalai.
c) Dalam kehidupan
bermasyarakat orang-orang munafik menyuruh orang berbuat kemungkaran dan
mencegah kebaikan.
d) Mereka berusaha
membuat fitnah dalam barisan kaum muslim
e) Bermulut manis
tapi tidak tulus.
f) Suka bersumpah
agar orang mempercayainya dan merintangi orang untuk menjalankan agama.
2.
Dengki
Dengki adalah
menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat sangat terhadap kemenangan orang lain. Dengki
biasanya berkaitan dengan sifat iri. Wujudnya adalah sikap dan perbuatan yang
tidak senang terhadap orang lain, seperti memusuhi, menjelek-jelekkan,
mencemarkan nama baik orang lain, dan lain-lain. Sikap dan perbuatan seperti
ini biasanya dapat berkepanjangan sehingga menimbulkan perselisihan dan
permusuhan apabila yang bersangkutan tidak menyadari sikap buruknya tersebut.
Perbuatan
dengki akan menimblkan bahaya-bahaya seperti:
a)
Menimbulkan permusuhan.
b)
Menimbulkan perasaan dendam.
c)
Menghilangkan persahabatan.
d)
Menghilangkan kebaikan yang telah
dilakukan.
e)
Dibenci Allah SWT.
Orang yang mempunyai sifat dengki jiwa
beragamanya tidak akan sempurna. Sebab, yang ada didalam hatinya hanyalah rasa
benci kepada orang lain yang mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan.
3. Riya
Riya adalah
sikap yang suka memamerkan harta benda atau orang yang melakukan segala sesuatu
yang hanya mengharapkan pujian dari orang lain tapi bikan mengharapkan pahala
dari Allah. Sikap riya ini sikap yang susah untuk mengubahnya sebab ia
melakukan sesuatu hanya demi mengharapkan pujian orang lain.
4. Tama’
Tama’ sering
dikatan sebagai orang yang rakus kepada apapun. Misalnya ia sudah kaya tetapi
mau lebih kaya lagi. Sikap tama’ ini adalah sikap yang tidak patut dicontoh
sebab hanya akan membawa kerugian bagi orang yang memiliki sifat ini.
5. Iri
Iri adala
sesuatu sikap yang tidak senang melihat orang jika mendapatkan kebahagiaan atau
mendapatkan sesuatu yang baik. Sikap iri ini adalah sikap yang berbahaya dan
akan membuat orang yang memiliki sikap ini mendapatka penyakit hati.
6. Takabbur
Takabbur
menurut bahasa adalah membesarkan diri, menganggap dirinya lebih besar dari
orang lain. Sedangkan menurut istilah takabbur adalah suatu sikp mental yang
merasa dirinya lebih besar, lebih tinggi, lebih pandai dan memandang kecil
serta rendah terhadap orang lain. Takabbur digolongkan menjadi dua bagian
yaitu: takabbur batin dan takabbur lahir. Takabbur batin yaitu sifat dalam jiwa
yang tidak terlihat karena sifat tersebut melekat dalam hati seperti sifat
merasa besar, merasa lebih dari segala-galanya. Sedangkan takabbur lahir adalah
perbuatan atau tingkah laku yang dapat dilihat seperti merendahkan orang lain,
menyepelekan orang lain.
7.
Sombong
Sifat sombong
agak sama dengan sifat takabbur karena sama-sama membesarkan diri atau
menganggap dirinya adalah yang
terbaik. Didalam al-qur’an surah Luqman ayat 18 yang berbunyi: ”dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan diatas bumi
dengan sombong. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi
membanggakan diri. Jadi, dari ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
Allah sangatlah membenci orang yang sombong dan membanggakan diri.”
8.
Agnotisme
Agnotisme
adalah suatu paham yang ragu-ragu tentang adanya tuhan, atau faham yang
mengatakan bahwa manusia tidak sanggup dan tidak bisa memperoleh pengetahuan
tentang Tuhan. Agnotisme tidak tegas mengatakan Tuhan tidak ada. Tuhan menurut
aliran ini mungkin ada tetapi, manusia tidak dapat mengetahuinya secara
positif. Oleh karena itu aliran ini disebut juga dengan aliran skepsitisme (
ragu-ragu ). Mereka beranggapan ajaran tentang Tuhan didalam agama adalah
sesuatu yang tidak mngkin. Kalau dilihat dar pandangan ilmu jiwa kelompok ini
termasuk orang pecah kepribadian. Namun, dengan sikap ragu-ragunya masih lebih
mudah diajak kepada ajaran agama dari pada kelompok atheis yang sama sekali
tidak mempercayai tuhan.
9.
Konversi Agama
Konversi
berasal dari kata convertion yang artinya adalah pertaubatan, pembalikan atau
perlainan dengan semula. Walter Houston Clark mendefenisikan agama sebagai
berikut: ‘’ konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan
spritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti dalam sikap terhadap
ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan tegas lagi, konversi agama
menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah
Allah secara mendadak, telah terjadi yang mungkin saja yang sangat mendalam
ataupun dangkal. Bisa saja terjadi perubahan itu secara berangsur-angsur pada
diri seseorang’’.
Zakiah Darajat
mengatakan proses konversi tidak sama pada setiap orang tergantung kepada
pertumbuhan jiwa yang dialaminya, pendidikan dan pengalaman yang diterimanya
sejak kecil, suasana lingkungan tempat tinggal dan pengalaman terakhir yang
menjadi puncak dari perubahan keyakinan tersebut serta situasi yang terjadi
sesudah itu. Konversi menurut Zakiah Darajad dapat terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
a)Pertentangan
batin ( konflik jiwa ) dan ketegangan perasaan.
Orang-orang
yang gelisah dalam dirinya terjadi pertarungan berbagai persoalan yang
kadang-kadang sukar untuk dipecahkan, akan memungkinkan terjadi konversi agama
itu.
b)
Pengaruh hubungan dengan tradisi agama.
Pendidikan
agama masa kecil seseorang mengenai pelajaran agama yang pernah dialaminya
dalam lingkungan keluarga atau masyarakat yang penuh kedamaian dan ketenangan,
terikat dan terbiasa dengan tradisi lama dapat menyebabkan konversi agama
terhadap situasi masyrakat yang tidak menentu yang dialaminya pada masa
berikutnya.
c)Ajakan, seruan
ataupun sugesti.
Sugesti, seruan
atau bujukan dari luar dapat menyebabkan konversi agama. Apalagi individu
tersebut dalam keadaan labil, kosong dan tidak memiliki pegangan hidup. Cepat
atau lambatnya pengaruh sugesti ini tergantung kepada kepintaran pemberi
sugesti.
d)
Emosi.
Penyelidikan
para ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa emosi adalah keadaan jiwa yang sedang
tidak normal atau stabil, pada saat seperti ini mereka mudah terpengaruh, mudah
terpengaruh yang memungkinkan mereka akan mengalami konversi agama[1].
e)Kemauan
Kemauan dapat
menyebabkan konversi. Mereka yang menyadari kembali ketidak pedulian terhadap
agama dapat bertaubat dan menjadi taat mengamalkan ajaran agamanya.
C. Sikap
Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Mengawali
pembahasan mengenai sikap keagamaan, maka terlibih dahulu akan dikemukakan
pengertian mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum, sikap dipandang
sebagai seperangkap reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan
hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan inididu. Dengan demikian, sikap
terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan sebagai
pengaruh bawaan (factor intern) seseorang, serta tergantung kepada objek
tertentu.
Menurut Prof.
Dr. Mar’at, meskipun belum lengkap Allport telah menghimpun sebanyak 13
pengertian mengenai sikap. Dari 13 pengertian itu dapat dirangkum menjadi 11
rumusan mengenai sikap[2].
Rumusan umum tersebut adalah:
1. Sikap merupakan hasil belajar yang
diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus-menerus dengan lingkungan
(attudes are learned).
2.
Sikap selalu dihubungkan dengan objek
seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide (attitudes bave
referent).
3.
Sikap diperoleh dari berinteraksidengan
manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat ibadat ataupun tempat lainnya melalui nasihat,
teladan atau percakapan(attitudes are social learnings).
4.
Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek (attitudes bave readiness to respond).
5.
Bagian yang paling dominan dari sikap
perasaan dan afektif, seperti yang tampak dalam menentukan apakah positif,
negatif atau ragu
(attitudes are affective).
6.
Sikap memiliki tingkat intensitas
terhadapobjek tertentu yakni kiat atau lemah (attitudes are very
intensive).
7.
Sikap bergantung pada situasi dan
waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai, sedangkan di saat dan
situasi yang berbeda belum tentu cocok (attitudes bave a
time dimension).
8.
Sikap dapat bersifat relatif consistent
dalam sejarah hidup individu (attitudes bave
duration factor).
9.
Sikap merupakan bagian dari konteks
persepsi
ataupun kognisi individu (attitudes are complex).
10.
Sikap merupakan penilaian terhadap
suatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang
atau yang bersangkutan
(attitudes are evaluations).
11.
Sikap merupakan penafsiran dan tingkah
laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna atau bahkan tidak memadai (attitudes are inferred).
Rumusan tersebut menunjukkan bahwa
sikap merupakan predisposisi untuk tertindak senang atau tidak senang terhadap
objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan
demikian, sikap merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara
kompleks.
Terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang. Tiga
komponen psikologis yaitu kognisi, afeksi, dan konasi yang bekerja secara
kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu
objek, baik yang berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Komponen kognisi
akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek.
Dengan demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses
berpikir, merasa, dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap
sesuatu objek.
Reaksi yang timbul dari sikap tertentu
terhadap objek ditentukan oleh pengaruh faal, kepribadian, dan faktor
eksternal, situasi, pengalaman, dan hambatan (Mar’at, 1982: 22). Hal ini
mengisyaratkan ketiga faktor tersebut, yaitu pengaruh faal, kepribadian, dan
faktor eksternal. Dalam kaitan ini sikap didasarkan atas konsep evaluasi
berkenaan dengan objek tertentu, menggugah motif untuk bertingkah laku.
Sedangkan menurut pandangan psikologi, sikap mengandung unsur penilaian dan
reaksi afektif sehingga menghasilkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata
(overt behaviour) sedangkan, reaksi afektif bersifat tertutup (cover), tulis
Mar’at.
Telaah psikologi dan psikologi agama
tampaknya sudah mulai menyadari potensi-potensi dan daya psikis manusia yang
berkaitan dengan kehidupan spiritual. Kemudian menempatkan potensi dan daya
psikis tersebut sebagai suatu yang penting dalam dalam kehidupan manusia.
Selain itu mulai tumbuh suatu kesadaran baru mengenai hubungan antara potensi
dan daya psikis tersebut dengan sikap dan pola tingkah laku manusia.
D. Sikap
Keagamaan yang Menyimpang
Dalam pandangan
psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh
pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu
kepada pencapaian nilai-nilai luhur yang mengacu kepada pembentukan kepribadian
dan hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan. Dengan demikian sikap
keagamaan merupakan kecendrungan untuk memenuhi tuntutan yang dimaksud.
Sikap
keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan
keyakinan terhadap yang dianut mengalami perubahan. Perubahan sikap seperti itu
dapat terjadi pada orang per orang (dalam diri individu) dan juga pada kelompok
atau masyarakat. Sedangkan perubahan sikap itu memiliki tingkat kualitas dan intensitas
yang mungkin berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal
netral kea rah negatif. Dengan demikian, sikap keagamaan yang menyimpang
sehubungan dengan perubahan sikap tidak selalu berkonotasi buruk.
Masalah yang
menyangkut sikap keagamaan ini umumnya tergantung hubungan persepsi seseorang
mengenai kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan adalah tingkat piker manusia
dalam mengalami proses berpikir yang telah dapat membebaskan manusia dari
segala unsur-unsur yang terdapat di luar pikirannya. Sedangkan keyakinan adalah
suatu tingkat piker yang dalam proses berpikir manusia telah menggunakan
kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurnaan proses, pencapaian
kebenaran, dan kenyataan yang terdapat diluar jangkauan pikir manusia.
(Kasmiran Wuryo, 1982: 104). Kepercayaan dan keyakinan merupakan hal yang
abstrak sehingga, secara empiric sulit dibuktikan secara nyata mengenai
kebenarannya.
Sikap
keagamaan yang menyimpang dapat terjadi, bila terjadi penyimpangan pada kedua
tingkat pikir dimaksud, sehingga dapat member kepercayaan dan keyakinan baru
pada seseorang atau kelompok. Apabila tingkat pikir tersebut mencapai tingkat
kepercayaan serta keyakinan yang tidak sejalan dengan ajaran agama tertentu
maka akan terjadi sikap keagamaan yang menyimpang, baik dalam diri orang per
orang (individu) kelompok atau pun masyarakat. Sebab, sikap memiliki sasaran
tertentu baik konkret maupun abstrak (mar’at, 1982: 18).
Di luar itu,
sikap keagamaan yang menyimpang juga bisa termanifestasikan dalam pelanggaran
terhadap nilai-nilai moral ataupun norma-norma agama. Perilaku penyimpangan ini
disebut sebagai tindakan amoral. Bahkan bisa meningkat ke tindakan yang
mengarah pada “moral games”, yang di dalamnya batas baik-buruk, benar-salah,
pantas-tidak pantnas dibuat jadi samar.
Tindak korupsi
merupakan perbuatan yang akan menimbulkan dampak negative bersifat ganda. Dalam
islam perbuatan ini tergolong sebagai fahsy
(keji), yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri pelakunya, tetapi
juga orang lain. Pada hakikatnya, pelaku korupsi telah melakukan perbuatan
nista yang menganiaya dirinya sendiri dan sekaligus menimpakan petaka bagi
orang lain. Disebut menganiaya diri sendiri, karena pelaku tindak korupsi
adalah sosok yang telah kehilangan jati diri sebagai manusia yang beradab.
Sistem nilai yang ada dalam dirinaya (moral, hukum, adat istiadat, maupun
agama) dihancurkan oleh keserakahan yang bersumber dari dorongan nafsunya.
Berangkat dari
pendekatan psikologi agama, tindak korupsi merupakan bagian dari sikap
keagamaan yang menyimpang. Secara psikologis, pelaku korupsi adalah pengidap
kepribadian terbelah. Memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi, mungkin ia
merasa dirinya sebagai orang yang bermoral dan menghargai nilai-nilai ajaran
agama yang dianutnya. Di sisi yang lain, ia malahan memerikan dirinya sebagai
pribadi yang ‘bebas’ dari keterkaitan keapda nilai-nilai luhur tersebut, dan
menganggap tindak korupsi sebagai sebagian sesuatu yang wajar-wajar saja.
Dalam
pendekatan psikologi agama, pelaku tindak korupsi adalah pribadi yang rapuh,
pribadi terbelah yang mengalami kegampangan hidup dan mudah tersugesti oleh
situasi lingkungan. Sosok manusia yang menderita kegersangan batin. Sebagai
pemeluk agama, ia telah kehilangan makna hidup, dan merasa kehidupannya tidak
bermakna. Oleh karena itu, tindakan kompensatif yang dilakukan adalah untuk
menunjukan eksistensi dirinya. Ia menunjukan bahwa dirinya masih ada, dan masih
diperhitungkan. Namun, di kala terjerat hukum, kepribadian yang rapuh tadi akan
tampil dalam bentuk aslinya. Pertahanan mentalnya runtuh dan kebugaran fisiknya
melorot tajam. Hukum moral akan selalu mendera batinnya.
Tindakan
korupsi dinilai sebagai gangguan kejiwaan. Perubahan sikap yang cepat ini
disebut bipolar dalam ilmu kedokteran. Bipolar adalah gangguan jiwa yang
ditandai dua suasana hati yang berubah secara bergantian dalam waktu yang
singkat, dari gembira menjadi sedih, dan dari mania menjadi depresi (Boni
Hargan, Komps 8 februari 2006). Ibarat retina mata yang kehilangan kemampuan
untuk menerima cahaya. Secara fisik, proses penerimaan cahaya melalui retina
mata dalam bentuk pesan melalui bipolar dan sel-sel gangliom ke saraf optic, dan selanjutnya dikirim ke occipital cortex. Di bagian otak inilah
pesan itu diterjemahkan ke dalam gejala visual, hingga disadari adanya cahaya
(Philip G. Zimbargo, 1979: 252).
E. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang Menyimpang
Dalam
kehidupan masyarakat dikenal dengan aturan-aturan yang di sebut norma. Norma
dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur
tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang di perlihatkan sesuai dengan norma
yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima, sebaliknya,
jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang
berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai buruk dan ditolak. Tingkah laku
yang menyalahi norma yang berlaku ini disebut dengan tingkah laku yang
menyimpang.
Sikap
berfungsi untuk menggugah motif untuk bertingkah laku, baik dalam bentuk
tingkah laku nyata, maupun tingkah laku tertutup. Dengan demikian, sikap
mempengaruhi dua bentuk reaksi seseorang terhadap obyek, yaitu dalam bentuk
nyata dan terselubung. Karena sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh
lingkungan, maka sikap dapat diubah, walaupun sulit.
Terjadinya
sikap keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan sikap. Beberapa
teori psikologis mengungkapkan mengenai perubahan sikap tersebut, antara lain:
1.
Teori
Stimulus dan Respon
Teori
ini teori yang memandang manusia sebagai organisme menyamakan perubahan sikap
dengan proses belajar. Menurut teori ini ada tiga variable yang mempengaruhi
terjadinya perubahan sikap, yaitu perhatian pengertian dan penerimaan. Mengacu
kepada teori ini, jika seseorang atau kelompok memiliki perhatian terhadap
suatu objek dan memahami objek dimaksud serta menerimanya, maka akan terjadi
perubahan sikap. Jadi perubahan sikap sepenuhnya bergantung pada kemampuan
lingkungan untuk menciptakan stimulasi yang dapat menimbulkan reaksi dalam
bentuk respons. Hal ini menunjukkan untuk mengubah sikap diperlukan kemampuan
untuk merekayasa objek sedemikian rupa hingga menarik perhatian, memberi
pengertian hingga dapat diterima.
Dalam
kaitannya dengan sikap keagamaan yang menyimpang maka pengaruh stimulus yang
relevan adalah segala bentuk objek yang berhubungan dengan keagamaan. Misalnya
saja di dalam suatu masyarakat muncul aliran-aliran keagamaan yang berjalan.
2.
Teori
Pertimbangan Sosial
Teori
ini melihat perubahan sikap dari pendekatan psikologi sosial. Menurut teori ini
perubahan sikap ditentukan oleh dua factor yaitu:
a)
Factor
internal.
Yang mempengaruhi perubahan sikap adalah
i.
Persepsi
sosial.
ii.
Posisi
sosial dan proses belajar sosial.
b)
Factor
eksternal
Terdiri atas:
i.
Factor
penguatan.
ii.
Komunikasi
persuasif.
iii.
Harapan
yang diinginkan.
Perubahan sikap menurut teori ini
ditentukan oleh keputusan-keputusan sosial sebagai hasil interaksi factor
internal dan eksternal. Perubahan sikap dalam kaitannya dengan sikap keagamaan
yang menyimpang merujuk kepada teori pertimbangan sosial ini tampaknya
menyangkut factor status sosial seseorang dalam masyarakat. Penyimpangan sikap
keagamaan yang dipengaruhi oleh status sosial ini cenderung dilatarbelakangi
harapan untuk mengembalikan kedudukan di dalam masyarakat. Misalnya sesesorang
yang semula dihormati dalam masyarakat kemudian mendapat saingan dari tokoh
lain. Karena kalah dalam persaingan tersebut pandangan masyarakat beralih
kepada tokoh pendatang baru. Maka untuk mengembalikan status yang pernah
diperolehnya kemungkinan besar ia cenderung untuk melakukan suatu yang
menyimpang guna menarik kembali perhatian masyarakat, yaitu untuk mengisi
kekosongan wibawa yang hilang.
3.
Teori
Konsistensi
Menurut
teori ini perubahan sikap lebih ditentukan oleh factor intern, yang tujuannya
untuk menyeimbangkan antara sikap dan perbuatan. Oleh karena itu teori
konsistensi disebut balance theory (mar’at,
1982:37), Osgood dan tannenbaum menamakan congruity (keharmonisan), festinger
menyebutkan cognitive dissonance, serta brohm menamakannya reactance (mar’at, 1982: 37-47). Walaupun berbeda dalam penamaan,
namun intisari dari teori konsistensi ini adalah bahwa perubahan sikap
merupakan proses yang terjadi pada diri seseorang dalam upaya untuk mendapatkan
keseimbangan antara sikap dan perbuatan. Berdasarkan berbagai pertimbangan,
maka seseorang kemudian memilih sikap tertentu sebagai dasar untuk bereaksi
atau bertingkah laku[3].
Pertimbangan
tersebut melalui proses dari munculnya persoalan hingga tercapainya suatu
keseimbangan. Keempat fase dalam proses terjadinya perubahan sikap itu adalah:
a)
Munculnya
persoalan yang dihadapi.
b)
Munculnya
beberapa pengertian yang harus dipilih.
c)
Mengambil
keputusan berdasarkan salah satu pengertian yang dipilih.
d)
Terjadi
keseimbangan.
Perubahan sikap yang dihubungkan dengan
sikap keagamaan yang menyimpang menurut teori konsistensi ini terdapat dalam
kasus-kasus konversi agama. Konversi pada dasarnya bersumber dari konflik yang
terjadi pada diri seseorang.
4.
Teori
fungsi
Menurut
teori ini perubahan sikap seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang. Sikap
memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar agar individu senantiasa
menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya. Katz berpendapat bahwa
sikap memiliki empat fungsi yaitu:
a)
Fungsi
instrumental, manusia dapat membentuk sikap positif maupun negative terhadap
objek yang dihadapinya.
b)
Fungsi
pertahanan diri, berperan untuk melindungi diri dari ancaman luar.
c)
Fungsi
penerima dan pemberi arti, berperan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
d)
Fungsi
nilai ekspresif, terlihat dalam pernyataan sikap sehingga tergambar bagaimana
sikap seseorang atau kelompok terhadap sesuatu (mar’at, 1982: 48).
Teori
fungsi ini mengungkapkan bahwa terjadinya perubahan sikap tidak berlangsung
secara serta merta, melainkan melalui suatu proses penyimpangan diri dengan
lingkungan. Keseimbangan tersebut merupakan penyesuaian diri dengan kebutuhan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Problema adalah masalah atau sesuatu
yang keluar dari yang sebenarnya yang sesuai ideal dengan kenyataan. Jiwa
beragama adalah keinginan atau kemauan beragama. Jadi, problema jiwa beragama
adalah masalah berkeinginan dalam beragama. Jenis-jenis problema jiwa beragama
yaitu: munafik, sombong, iri, dengki, riya, tama’, agnotisme, konversi agama
dan lainnya.
Sikap tersebut adalah sikap yang tidak
patut untuk di contoh.
Dalam
pengertian umum, sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi terhadap
objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu.
Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang
dan bukan pengaruh bawaan seseorang, serta tergantung kepada objek tertentu.
Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap
kepercayaan dan keyakinan terhadap yang dianut mengalami perubahan.
Sikap keagamaan yang menyimpang
sehubungan dengan perubahan sikap tidak selalu berkonotasi buruk. Sikap
kagamaan yang menyimpang dari tradisi keagamaan yang cendrung keliru mungkin
akan menimbulkan suatu pemikiran dan gerakan pembaharuan. Jika tingkah laku yang di perlihatkan sesuai dengan norma
yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima, sebaliknya,
jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang
berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai buruk dan ditolak. Tingkah laku
yang menyalahi norma yang berlaku ini disebut dengan tingkah laku yang
menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-1
Hude Darwis, Emosi,
Jakarta (erlangga: 2006)
Jalaluddin,
psikologi agama, Jakarta (PT
rajagrafindo persada: 2012)
http://kumpulantugassekolahdankuliah.blogspot.co.id/2014/12/hubungan-sikap-keagamaan-dan-pola.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar