KARYA ILMIAH
FILSAFAT ILMU DAN
LOGIKA
“HUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA”
DOSEN PEMBIMBING
WIRA
SUGIATO, S.ip, MP.di
DISUSUN
OLEH:
SITI
NAHRIYAH
SEMESTER
PAI (IVA)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS
(STAIN) BENGKALIS
TAHUN 2016 /1437 H
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabil
‘alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
karya ilmiah ini dengan judul Hubungan Filsafat Dan Agama.
Terima
kasih penyusun ucapkan kepada Bapak Wira
Sugiarto, S.ip,
MP.di selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika, yang telah
memberikan pengarahaan dan bimbingannya sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Dan tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu terselesainya tugas ini. Penyusun berharap agar karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Sekalipun
demikian tak ada gading yang tak retak, begitu pula karya ilmiah ini jauh dari
kesempurnaan, dalam karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa penyusun
harapkan.
Akhirnya
penyusun berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan
sebagai salah satu referensi dalam pembelajaran, dan semoga Allah selalu
meridhoi setiap langkah kita. Amin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Penulis
Siti
Nahriyah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang Masalah...................................................................................... 1
B.
Rumusan.............................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A.
Pengertian
Filsafat............................................................................................... 2
B.
Pengertian
Agama................................................................................................ 4
C.
Hubungan
Filsafat Dan Agama........................................................................... 6
D.
Sikap
Orang Terhadap Filsafat Dan Agama........................................................ 9
BAB
III PENUTUP....................................................................................................... 10
A.
Kesimpulan.......................................................................................................... 10
B.
Saran.................................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah
filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh
banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama
bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara
agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka
melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak
selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak
terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Filsafat islam
pada dasarnya bertujuan untuk mempertemukan antara agama dengan filsafat.
Permasalahan yang kemudian timbul adalah bagaimana mempertemukan agama sebagai
wahyu Tuhan dengan filsafat sebagai hasil ciptaan dan pikiran manusia.
Permasalahan ini muncul ketika kebenaran agama harus dipertemukan dengan
kebenaran filsafat yang berlandaskan pemikiran dan logika manusia. Jika agama membincangkan tentang
eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas
bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian
filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami
dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya.
B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan Filsafat?
2) Apa yang dimaksud dengan Agama?
3) Apa Hubungan Filsafat dan Agama?
4) Bagaimana Sikap Orang Terhadap
Filsafat dan Agama?
BAB III
PEMBAHASAN
HUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA
A.
PENGERTIAN FILSAFAT
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan
pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya
selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri.
Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan
secara terminologi[1].
1.
Filsafat
secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam bahasa arab
dikenal dengan istilah falsafah dan
dalam bahasa inggris dikenal dengan isltilah philosophy adalah beraisal dari
bahasa yunani philosophia. Terdiri
atas kata philein
yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan
kebenaran sejati. Demikian arti filsafat pada mulanya. Kata filsafat pertama
kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum
begitu jelas, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai
sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (370-399 SM) dan para filsuf
lainnya.
2. Filsafat secara Terminologi
Secara terminology adalah arti yang
dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak
maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan.
v Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat
adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran
yang asli.
v Aristoteles
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
v Al Farabi
Filsuf ini menyatakan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
v Rene Descartes
Menurutnya, filsafat adalah kumpulan
semua pengetahuan dimana tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
v Immanuel Kant
Menurutnya, filsafat adalah
ilmu (pengetahuan) yang menjadi pangkal
dari semua pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemology (filsafat
pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
v Langeveld
Berpendapat bahwa, filsafat adalah
berpikir tentang masalah-maslah yang akhir dan yang menentukan, yaitu
masalah-masalah mengenai makna keadaan, tuhan, kebadian, dan kebebesan.
v Hasbullah Bakry
Menurutnya, ilmu filsafat adalah
ilmu yang menyelidik segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan.
v N. Driyarkara
Filsuf Indonesia ini berpendapat
bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab ‘ada
dan berbuat’, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai ke
‘mengapa’ yang penghabisan.
v Notonagoro
Berpendapat bahwa filsafat itu
menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam,
yang tetap dan yang tidak berubah, yang disebut hakikat.
v Ir. Poedjawijatna
Menurutnya filasafat ialah ilmu yang
berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka.
Jika disadari, perbedaan pendapat itu
adalah wajar karena perkembangan ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai
spesialisasi ilmu yang sesungguhnya terpecah dari filsafat pada umumnya dan
selanjutnya muncullah filsafat khsus, seperti filsafat politik, filsafat akhlak,
filsafat agama dan sebagainya. Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya masih
banyak yang belum dicantumkan, dapat ditarik benang merahnya sebagai kesimpulan
bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan
mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat
dari suatu fenomena.
Hakikat adalah suatu prinsip yang
menyatakan ‘sesuatu’ itu adanya. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala
sesuatu. ‘ada’ merupakan implikasi dasar. Jadi, segala sesuatu yang memiliki
kualitas tertentu pasti adalah ‘ada’. Filsafat membahas lapisan terakhir dari
segala sesuatu atau membahas masalah yang paling mendasar.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat
dari suatu objek atau gejala secara mendalam, sedangkan pada ilmu pengetahuan
empiris hanya membicarakan gejal-gejala[2].
Membicarakan gejal untuk masuk kepada hakikat itulah yang menjadi focus
filsafat. Untuk masuk kepada hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari
filsafat. Filsafat juga bersifat integral yang berarti mempunyai kecenderungan
untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan.
B. PENGERTIAN AGAMA
Agama
menurut Kamus besar bahasa Indonesia ialah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
1.
Agama
secara Etimologi
Pengertian agama secara etimologi,
kata agama berasal dari bahasa sangsekerta, yang berasal dari akar kata gam
artinya pergi, kemudian dari kata gam tersebutmendapat awalan a dan akhiran a,
maka terbentuklah kata agama artinya jalan. Maksudnya, jalan mencapai
kebahagiaan.
Di samping itu terdapat pendapat yang
menyatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sangsekerta yang akar katanya
adalah a dan gama. A artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi, arti kata
agama adalah tidak kacau atau teratur.
Kata religi - religion dan religio,
secara etimologi – menurut winker paris dalam algemene encyclopaedie mungkin
sekali dari bahasa latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti
terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang bereligi adalah orang yang
senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan
berasal dari kata religere yang berarti berhati hati, maka dimaksudkanbahwa
orang yang bereligi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati hati dengan
sesuatu yang dianggap suci.
Dari etimologis ketiga kata di atas maka
dapat diambil pengertian bahwa agama (religi, din): (1) merupakan
jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang
aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa jalan hidup tersebut berupa aturan,
nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan
mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati. (3) aturan tersebut ada,
tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan
manusia, masyarakat dan budaya.
2. Agama secara Terminologi
Secara teriminologi agama juga
diberi definisi oleh berbagai pemikir dalam bentuk yang berbagai macam.
v Sidi Gazalba
memberikan definisi bahwa agama ialah kepercayaan
kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk ritus, kultus
dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu. Karena
dalam definisi yang dikemukakan di atas terlihat kepercayaan yang diungkapkan
dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba mengemukakan definisi agama Islam,
yaitu: kepercayaan kepada Allah yang direalisasikan dalam bentuk peribadatan,
sehingga membentuk taqwa berdasarkan al-Quran dan Sunnah.
v Muhammad Abdul Qadir Ahmad
mengatakan agama yang diambil dari pengertian din
al-haq ialah sistem hidup yang diterima dan diridhai Allah ialah sistem yang
hanya diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia tunduk dan patuh
kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk
akidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang disyari`atkan Allah untuk
manusia
Agama lebih
mengedepankan moral dan menjaga tradisi yang sudah mapan, cendrung eksklusif,
dan subjektif. Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji
kehidupan setelah mati[3].
Bagi orang yang
yakin adanya hari pembalasan, kegelisahan itu akan berkurang karena hidup di
sana jauh lebih baik dibandingkan hidup di dunia. Agama selalu berpikir tentang
ada atas dasar iman atau keyakinan[4].
C.
HUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok
persoalan yang berbeda, namun memiliki hubungan. . Agama banyak berbicara
tentang hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat
seperti yang dikemukakan di atas bertujuan mencapai kebenaran yang sejati. Jika
kebenaran yang sebenarnya itu mempunyai ciri sistematis, jadilah ia kebenaran
filsafat.
Filsafat dan
agama baru dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan manusia apabila
merefelesikanya dalam diri manusia. Menurut Prof.Nasioen,SH mengatakan bahwa
“Filsafat yang sejati haruslah berdasarkan kepada agama, apabila filsafat tidak
beradasarkan agama, dan hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikiran saja,
maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif.
Jika agama membincangkan tentang
eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas
bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian
filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha
memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya.
Alasan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah
kepercayaan, melainkan penylidikan sendiri, hasil pikiran belaka. Filsafat
tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan
penyelidikannya atas wahyu. Ada juga beberapa hal yang masuk kewilayah agama
yang diselidiki pula oleh filsafat. Kalau demikian mungkinkah ada pertentangan
antara agama dan filsafat? Pada dasarnya tidak, karena kalau kedua-duanya
memang mempunyai kebenaran, maka kebenaran itu satu, dan sudah barang tentu
sama. Tidak mungkin ada sesuatu yang pada prinsipnya benar, juga tidak benar.
Tegasnya bahwa lapangan filsafat dan agama dalam beberapa hal mungkin sama,
akan tetapi dasarnya amat berlainan[5].
Filsafat berdasarkan pikiran belaka. Agama berdasarkan wahyu ilahi.
Isi filsafat itu ditentukan oleh objek apa yang
dipikirkan. Objek yang dipikirkan filosof adalah segala yang ada dan yang
mungkin ada, baik ada dalam kenyataan, maupun yang ada dalam fikiran dan bisa
pula yang ada itu dalam kemungkinan. Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat
dengan agama adalah agama sebagai objek kajian filsafat.
Agama adalah salah satu materi yang menjadi sasaran
pembahasan filsafat. Dengan demikian, agama menjadi objek materia filsafat.
Ilmu pengeta-huan juga mempunyai objek
materia yaitu materi yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian
yang abstraknya. Dalam agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek
metefisik dan aspek pisik.
ü
Aspek
metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang gaib, seperti Tuhan,
sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya.
ü
Aspek
pisik adalah manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota masyarakat.
Kedua aspek ini
(metafisik dan pisik) menjadi objek materia filsafat. Namun demikian objek
filsafat agama banyak ditujukan kepada aspek metafisik daripada aspek fisik. Dengan
demikian, agama ternyata termasuk objek materia filsafat yang tidak dapat
diteliti oleh sains. Objek materia filsafat jelas lebih luas dari objek materi
sains. Perbedaan itu sebenarnya disebabkan oleh sifat penyelidikan.
Penyelidikan filsafat yang dimaksud di sini adalah penyelidikan yang mendalam,
atau keingin tahuan filsafat adalah bagian yang terdalam. Yang menjadi
penyelidikan filsafat agama adalah aspek yang terdalam dari agama itu sendiri.
Filsafat
membutuhkan agama (wahyu) karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan alam
gaib yang tak bisa dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga
memerlukan filsafat untuk memahami ajaran agama. Berdasarkan perspektif ini tidak
logis apabila ajaran agama dan filsafat saling bertolak belakang. Karena keduanya
merupakan karunia dari Tuhan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Perlu diingat bahwa pembahasan agama dengan kacamata
filsafat bertujuan untuk menggali kebenaran ajaran-ajaran agama tertentu atau
paling tidak untuk mengemukakan bahwa hal-hal yang diajarkan dalam agama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip logika. Sehingga dari sanalah diketahui
bahwa terdapat hubungan erat antara filsafat dan agama.
v Titik persamaan filsafat dan agama
a. Filsafat maupun agama merupakan
sumber atau wadah kebenaran
(obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
b. Dalam mencari kebenaran (obyektivitas) itu kedua bentuk pengetahuan itu
masing-masing mempunyai metode, sistem, dan mengelolah obyeknya selengkapnya
sampai habis-habisan.
c. Filsafat bertujuan mencari kebenaran
tentang mikro-kosmos (manusia), makro-kosmos (alam) dan eksistensi Tuhan/Allah.
Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan menunjukan
kebenaran asasi dan mutlak itu, baik mengenai mikro-kosmos (manusia),
makro-kosmos (alam) maupun Tuhan/Allah itu sendiri.
v Titik perbedaan filsafat dan agama
a. Sumber filsafat dri manusia itu
sendiri dalam arti pikiran pengalaman dan intuisinya. Oleh karena itu disebut
juga bersifat horizontal da immament. Sumber kebenaran agama adalah dari Allah
dilangit, karena itu disebut juga bersifat vertikal dan transcendental.
b. Approach (pendekatan) Kebenaran
filsafat dengan jalan perenungan (contemplation/ spekulatif) dari akal budi
atau budi murni mancara radikal, sistematis dan universal tanpa pertolongan dan
bantuan dari wahyu Allah. Approach (pendekatan) kebenaran agama dengan jalan
berpaling kepada wahyu Allah yang dikodifikasikan dalam kitab suci Taurat,
Injil dan Al-Quran[6].
c. Sifat kebenaran filsafat adalah
spekulatif yaitu sauatu penungan yang bersifat mengakar (radikal) menyeluruh
(integral) dan menyemesta universal). Juga bersifat nisbi (relatif). Dimuali
pula dengan keraguan (?), setelah yakin lalu setuju (!), dan sesudah itu ragu
dan bertanya lagi (?) untuk mencari jawaban yang mengasas dan mendalam. Jadi
kode rumus filsafat ialah: “?!?”.
Sifat kebenaran agama adalah mutlak (absolut) karena
bersumber dari Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak, Maha Sempurna, Maha Bijaksana
yaitu Allah. Dimulai dari keimanan dan keyakinan (!), setelah iman dan yakin
menyelidiki kebenaran yang mutlak (absolut) itu (?) setelah konsistem antara
keimanan dan keyakinan dengan hasil penyelidikannya maka terjadilah pendalaman
keimanan dan keyakinan itu yang disebut taqwa (!). Jadi kode rumus agama ialah:
“!?!”.
D. SIKAP
ORANG TERHADAP FILSAFAT DAN AGAMA
Persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh filsafat dan agama itu untuk sebagian adalah sama: mengenai
dasar-dasar hidup, tujuan hidup, kesulitan, hidup sesudah hidup di dunia ini,
kebahagiaan manusia, pengabdian manusia, pengabdian kepada Tuhan dan
sebagainya.
Dan
sikap “ingit dikuasai” oleh bahagia itu terlaksana dengan sempurna dalam agama.
Sebab disini manusia berrhadapan dengan penciptanya, dengan sumber
kebahagiaannya, dengan tujuannya yang terakhir. Sikap ingin menguasai disinipun
masih tetap ada, akan tetapi insyaf akan kekuranganya, maka manusia menjadi
menyerah, tunduklah ia, siap untuk mendengarkan.
Dengan
lain perkataan: dalam mempelajari manusia dan dunia sampai pada dasar-dasarnya
yang terdalam yang mengasas, maka sampailah kita pada pengertian sebab pertama,
pada pengertian tujuan terakhir dan sumber ada pada pengertian Tuhan. Dialah
yang merupakan seumber ”ada” kita, sumber kebahagiaan kita. Maka akan timbullah
keinginan untuk lebih mengenal akan beliau. Dan sekarang terjadilah apa yang
terjadi pula pada perhubungan antara seoarang manusia dengan sesamanya manusia[7].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian
di atas dapat diketahui bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan
yang berbeda, namun memiliki hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan
antara manusia dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang
dikemukakan di atas bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang
sebenarnya itu mem-punyai ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat. Isi
filsafat itu ditentukan oleh objek apa yang dipikir-kan, jadi dalam hal ini
hubungan filsafat dengan agama adalah
agama sebagai objek kajian filsafat.
Filsafat membutuhkan agama (wahyu)
karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan alam gaib yang tak bisa
dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga memerlukan filsafat untuk
memahami ajaran agama. Berdasarkan perspektif ini tidak logis apabila ajaran
agama dan filsafat saling bertolak belakang. Karena keduanya merupakan karunia
dari Tuhan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
B. Sarana
Dari
penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari karya ilmiah ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo,ilmu filsafat suatu pengantar,PT bumi aksara,Jakarta,2005.
Bakhtiar Amsal, filsafat ilmu, PT rajagrafindo persada, Jakarta, 2009.
Latif Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu,Kencana, Jakarta, 2014.
Juhaya, S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Kencana, Jakrata, 2010.
Salam Burhanuddin, Pengantar Filsafat, PTBumi Aksara, Jakarta, 2012.
[1] Drs. Surajiyo,ilmu filsafat suatu pengantar,PT bumi
aksara,Jakarta,2005,hlm 1.
[2] Ibid hlm 4.
[3] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A,filsafat
ilmu, PT rajagrafindo persada, Jakarta, 2009, hlm 231.
[4] Mukhtar Latif, Orientasi Ke
Arah Pemahaman Filsafat Ilmu,Kencana, Jakarta, 2014, hlm 177.
[5] Prof. Dr. Juhaya, S. Praja, Aliran-aliran
Filsafat dan Etika, Kencana,
Jakrata, 2010, hlm 15.
[6] Drs. H. Burhanuddin Salam, Pengantar
Filsafat, PTBumi Aksara, Jakarta, 2012, hlm 184.
[7] Ibid hlm 167
Tidak ada komentar:
Posting Komentar